TELADAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI KI HAJAR DEWANTARA
Sebagai warga Indonesia tentu kita mengenal sosok Ki Hajar
Dewantara. Hari lahirnya yang jatuh pada tanggal 2 Mei dijadikan Hari
Pendidikan Nasional. Hal ini tentu saja bukan tanpa alasan, bila Negara kita
menjadikan hari kelahiran Bapak Pendidikan ini sebagai hari besar nasional.
Sepak terjang beliau dalam memperjuangkan kemerderdekaan Indonesia melalui
jalur pendidikan patut kita hargai dan kita teladani. Mengapa Ki Hajar
Dewantara mendapat gelar Bapak Pendidikan? Apa yang bisa kita pelajari dari
beliau?
1. Tekun belajar dalam keadaan apa pun
Pada jaman
penjajahan Belanda, hanya orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan
mengenyam pendidikan. Sebagai warga keturunan bangsawan atau ningrat, beliau
tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk berjuang, khususnya demi kemerdekaan
Negara kita tercinta ini. Melalui jalur pendidikan, beliau ingin keberadaan
dirinya membawa manfaat bagi Negara kita.
Bagaimana dengan kita? Pada saat ini, kita sebagai
warga Indonesia memiliki banyak sekali kesempatan untuk mengenyam pendidikan
seluas-luasnya. Mungkin memang untuk kalangan tertentu, mereka mendapatkan
kemudahan untuk bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi dan lebih baik, namun
bila kita hanya berhenti dan banyak memgeluh dengan keadaan kita itu tidak akan
banyak memberikan manfaat. Kita juga seharusnya melihat bila banyak orang
sukses yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi atau bisa disebuat sebagai
orang-orang yang “gagal”. Namun mereka memiliki semangat juang yang tinggi dan
tidak mudah putus asa. Selain itu, mereka juga pandai melihat kesempatan. Namun
bila seseorang tidak memiliki daya juang dan semangat, bagaimana seseorang bisa
mendapatkan kesempatan? Sebagai contoh, orang yang dahulu orang yang tidak
punya lalu menjadi seorang milyader “gara-gara” sebuah kuis di sebuah televise
pun, tidak akan mendapatkan “anugrah” itu bila dia tidak ada daya juang!
2. Tidak terpuruk dalam kegagalan
Setelah menamatkan pendidikannya di ELS, Ki Hajar Dewantara
meneruskan pendidikannya ke STOVIA. Namun karena kondisi kesehatannya yang
kurang baik, maka beliau pun harus banyak beristirahat di rumah (mungkin jumlah
kehadirannya di kelas di tidak sampai 70 persen kali ya… J ) Namun perjuangannya di dunia
pendidikan tidak berhenti. Mungkin karena banyak waktu di rumah, beliau pun
mulai banyak berkonsentrasi dalam mengembangkan bakatnya di dunia jurnalis.
Yah… Dia mulai aktif menulis di beberapa surat kabar.
3. Aktif dalam kegiatan bermasyarakat (bersosialisasi)
Itulah kelebihan Ki Hajar Dewantara, beliau sangat aktif
berkecimpung di banyak bidang. Meski dasar pendidikannya adalah pendidikan,
namun beliau juga mengembangkan hobinya untuk tekun di bidang politik dan
sosial. Beliau memiliki banyak teman dari berbagai kalangan, baik pendidikan,
sosial, dan politik. Itulah yang menjadi inspirasi beliau untuk menulis keadaan
sosial dan politik di Negara kita, khususnya dalam mengkritik penjajah di
Negara kita, yaitu Belanda.
4. Pandai memanfaatkan situsi untuk mencari peluang
Setelah beliau menulis sebuah tulisan di sebuah surat kabar
yang berjudul “Andai Aku Seorang Belanda”, beliau ditangkap dan diasingkan ke
Bangka, lalu ke Belanda. Di masa pengasingan tersebut, beliau tidak merasa
terpuruk dan menyerah. Beliau seakan-akan malah “bersyukur” dengan hukuman yang
dia terima. Karena berkat hukuman tersebut, beliau mendapatkan kesempatan untuk
lebih menekuni bakatnya di bidang pendidikan dan pengajaran. Bahkan, beliau
mendapatkan sebuah sertifikat pendidikan di negeri belanda, Europeesche
Akte. Luar biasa bukan?
5. Belajar dari Semboyan Ki Hajar Dewantara
Dalam perjuangannya terhadap pendidikan bangsanya, Ki
Hajar Dewantara mempunyai Semboyan yaitu:
1. Tut wuri handayani,
artinya dari
belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.
2. Ing madya mangun karsa
artinya: di
tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide.
3. Ing ngarsa sung tulada
artinya di
depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik.
Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita, terutama di
sekolah-sekolah Taman Siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar