leily ijolumut

leily ijolumut

Kamis, 20 Agustus 2015

KETELADANAN KI HAJAR DEWTARA

 TELADAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI KI HAJAR DEWANTARA


Sebagai warga Indonesia tentu kita mengenal sosok Ki Hajar Dewantara. Hari lahirnya yang jatuh pada tanggal 2 Mei dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Hal ini tentu saja bukan tanpa alasan, bila Negara kita menjadikan hari kelahiran Bapak Pendidikan ini sebagai hari besar nasional. Sepak terjang beliau dalam memperjuangkan kemerderdekaan Indonesia melalui jalur pendidikan patut kita hargai dan kita teladani. Mengapa Ki Hajar Dewantara mendapat gelar Bapak Pendidikan? Apa yang bisa kita pelajari dari beliau?
1. Tekun belajar dalam keadaan apa pun
Pada jaman penjajahan Belanda, hanya orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan mengenyam pendidikan. Sebagai warga keturunan bangsawan atau ningrat, beliau tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk berjuang, khususnya demi kemerdekaan Negara kita tercinta ini. Melalui jalur pendidikan, beliau ingin keberadaan dirinya membawa manfaat bagi Negara kita.
Bagaimana dengan kita? Pada saat ini, kita sebagai warga Indonesia memiliki banyak sekali kesempatan untuk mengenyam pendidikan seluas-luasnya. Mungkin memang untuk kalangan tertentu, mereka mendapatkan kemudahan untuk bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi dan lebih baik, namun bila kita hanya berhenti dan banyak memgeluh dengan keadaan kita itu tidak akan banyak memberikan manfaat. Kita juga seharusnya melihat bila banyak orang sukses yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi atau bisa disebuat sebagai orang-orang yang “gagal”. Namun mereka memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak mudah putus asa. Selain itu, mereka juga pandai melihat kesempatan. Namun bila seseorang tidak memiliki daya juang dan semangat, bagaimana seseorang bisa mendapatkan kesempatan? Sebagai contoh, orang yang dahulu orang yang tidak punya lalu menjadi seorang milyader “gara-gara” sebuah kuis di sebuah televise pun, tidak akan mendapatkan “anugrah” itu bila dia tidak ada daya juang!
2. Tidak terpuruk dalam kegagalan
Setelah menamatkan pendidikannya di ELS, Ki Hajar Dewantara meneruskan pendidikannya ke STOVIA. Namun karena kondisi kesehatannya yang kurang baik, maka beliau pun harus banyak beristirahat di rumah (mungkin jumlah kehadirannya di kelas di tidak sampai 70 persen kali ya… J ) Namun perjuangannya di dunia pendidikan tidak berhenti. Mungkin karena banyak waktu di rumah, beliau pun mulai banyak berkonsentrasi dalam mengembangkan bakatnya di dunia jurnalis. Yah… Dia mulai aktif menulis di beberapa surat kabar.
3. Aktif dalam kegiatan bermasyarakat (bersosialisasi)
Itulah kelebihan Ki Hajar Dewantara, beliau sangat aktif berkecimpung di banyak bidang. Meski dasar pendidikannya adalah pendidikan, namun beliau juga mengembangkan hobinya untuk tekun di bidang politik dan sosial. Beliau memiliki banyak teman dari berbagai kalangan, baik pendidikan, sosial, dan politik. Itulah yang menjadi inspirasi beliau untuk menulis keadaan sosial dan politik di Negara kita, khususnya dalam mengkritik penjajah di Negara kita, yaitu Belanda.
4. Pandai memanfaatkan situsi untuk mencari peluang
Setelah beliau menulis sebuah tulisan di sebuah surat kabar yang berjudul “Andai Aku Seorang Belanda”, beliau ditangkap dan diasingkan ke Bangka, lalu ke Belanda. Di masa pengasingan tersebut, beliau tidak merasa terpuruk dan menyerah. Beliau seakan-akan malah “bersyukur” dengan hukuman yang dia terima. Karena berkat hukuman tersebut, beliau mendapatkan kesempatan untuk lebih menekuni bakatnya di bidang pendidikan dan pengajaran. Bahkan, beliau mendapatkan sebuah sertifikat pendidikan di negeri belanda, Europeesche Akte. Luar biasa bukan?
5. Belajar dari Semboyan Ki Hajar Dewantara
Dalam perjuangannya terhadap pendidikan bangsanya, Ki Hajar Dewantara mempunyai Semboyan yaitu:
1. Tut wuri handayani,
artinya dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.
2. Ing madya mangun karsa
artinya: di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide.
3. Ing ngarsa sung tulada
artinya di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita, terutama di sekolah-sekolah Taman Siswa.


KETELADANAN MOH. HATTA

Pada tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tidak murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu itu. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut. Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang untuk meminta pertolongan.
Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi. Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta. Pada hal, jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sangatlah mudah bagi beliau untuk memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta. Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain.
Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini. Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain.
Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani karakter mulia proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing.

Hatta dan Kesederhanaan
Meski berstatus wakil presiden dan kemudian mantan wakil presiden namun Hatta selalu hidup dalam kesederhanaan. Hatta punya impian memiliki sepatu Bally namun tak pernah punya cukup uang untuk membelinya. Beliau menggunting sebuah iklan sepatu Bally dan menyimpannya di buku harian. Keluarga baru menyadarinya ketika beliau sudah berpulang.
Hatta dan kelurusan sikapnya
Meski berstatus sebagai seorang wakil presiden namun Hatta tidak semena-mena memanfaatkan posisinya itu. Dia tahu sang istri sangat mengidamkan sebuah mesin jahit dan sudah menabung bertahun-tahun untuk membelinya. Ketika duit ibu Rahmi Hatta sudah cukup, tiba-tiba turun kebijakan pemotongan uang dan dengan terpaksa ibu Halida harus menahan keinginannya.
Dengan agak bersungut-sungut beliau menyalahkan Hatta yang tak memberitahunya tentang rencana pemotongan uang itu. Dengan kalem Hatta menjawab, ” Ini kan rahasia negara, tidak boleh diceritakan kepada orang lain ”
Cerita lainnya adalah ketika salah seorang adiknya sedang berusaha memasang sambungan telepon ke rumahnya. Karena menunggu lama dan telepon tak kunjung disambungkan, dia meminta tolong kepada bung Hatta untuk memperlancar urusan sambungan telepon itu. Dengan tenang Hatta menolak dan meminta sang adik untuk tetap mengikuti jalur yang seharusnya. Hatta tak hendak menggunakan kekuasaannya sebagai wakil presiden.

Teladan yang dapat diambil dari kepribadian soekarno

TELADAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI SOEKARNO
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, nge-kost di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil mendapatkan gelar Insinyur (Ir) pada 25 Mei 1926.
Kemudian, Beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
TELADAN YANG DAPAT DI AMBIL DARI KEPRIBADIAN PALAWAN SOEKARNO
  1. Tidak melakukan Korupsi atau segala sesuatu yang dapat menghancurkan Kita; 
  2. Apabila Kita ingin memimpin orang lain, pimpin dahulu diri Kita sehingga orang lain yang Kita pimpin-pun akan segan, terbukti dengan Kepemimpinan Soekarno yang tidak mengambil uang rakyat berakibat pada orang-orang yang dipimpinnya-pun tidak sampai hati untuk melakukan hal itu; 
  3. Menjadi Pemimpin yang terbuka, tidak hanya untuk golongannya tapi untuk semua kalangan yang dipimpin, terbukti dengan Keinginan Soekarno yang ingin Istana Negara bukan hanya menjadi tempat bagi para mandataris rakyat, tapi juga terbuka untuk setiap orang yang ingin masuk dan belajar di sana, tidak seperti kondisi sekarang yang penjagaan sangat ketat sehingga cenderung orang-orang istana saja yang bisa masuk ke sana; 
  4. Menjadi pemimpin yang jika berbicara tidak hanya mampu dimengerti oleh orang-orang yang berpendidikan, tapi bisa menyesuaikan dengan siapa yang diajak bicara
  5. Pemimpin harus memerdulikan ‘orang kecil’. Hakikat pemimpin adalah orang yang dipilih rakyat (mandataris rakyat), sehingga harus memerdulikan rakyat yang dipimpinnya; 
  6. Jangan pernah menyerah dalam memerjuangkan kebenaran dan untuk kepentingan masyarakat banyak; 
  7. Jangan terlalu menikmati (terlena) dengan jabatan yang Kita pegang sekarang seolah tidak ingin turun, walaupun Kita telah menorehkan prestasi yang membanggakan, Kita harus sadar bahwa jabatan itu harus berganti, jika tidak, maka akan terjadi hal-hal yang negatif; 
  8. Pemimpin harus gigih dalam memerjuangkan kebenaran walaupun risikonya sangat besar
  9. Pemimpin yang tegas dan berani, adalah pemimpin yang dapat selalu mempertahankan integritasnya, sekalipun ‘penjara’ rintangannya; 
  10. Apabila seorang pemimpin ingin dan bermaksud memperjuangkan kepentingan ‘rakyat’ yang dipimpinnya, maka Pemimpin tersebut harus sebisa mungkin berjumpa dengan ‘rakyat’nya, karena dengan itu, maka akan tampak bukan hanya sekadar janji-janji yang terlontar, namun ada usaha untuk menjadikan itu nyata.